Entri Populer

Kamis, 09 Juni 2011

kesehatan kerja secara nasional


BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Bekerja dengan tubuh dan lingkungan yang sehat, aman serta nyaman merupakan hal yang di inginkan oleh semua pekerja. Lingkungan fisik tempat kerja dan lingkungan organisasi merupakan hal yang sangat penting dalam mempengaruhi sosial,mental dan phisik dalam kehidupan pekerja. Kesehatan suatu lingkungan tempat kerja dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap kesehatan pekerja, seperti peningkatan moral pekerja, penurunan absensi dan peningkatan produktifitas. Sebaliknya tempat kerja yang kurang sehat atau tidak sehat (sering terpapar zat yang bahaya mempengaruhi kesehatan) dapat meningkatkan angka kesakitan dan kecelakaan, rendahnya kualitas kesehatan pekerja, meningkatnya biaya kesehatan dan banyak lagi dampak negatif lainnya.
Pada umumnya kesehatan tenaga pekerja sangat mempengaruhi perkembangan ekonomi dan pembangunan nasional. Hal ini dapat dilihat pada negara-negara yang sudah maju. Secara umum bahwa kesehatan dan lingkungan dapat mempengaruhi pembangunan ekonomi. Dimana industrilisasi banyak memberikan dampak positif terhadap kesehatan, seperti meningkatnya penghasilan pekerja, kondisi tempat tinggal yang lebih baik dan meningkatkan pelayanan, tetapi kegiatan industrilisasi juga memberikan dampak yang tidak baik juga terhadap kesehatan di tempat kerja dan masyarakat pada umumnya.
Dengan makin meningkatnya perkembangan industri dan perubahan secara global dibidang pembangunan secara umum di dunia, Indonesia juga melakukan perubahan-perubahan dalam pembangunan baik dalam bidang tehnologi maupun industri. Dengan adanya perubahan tersebut maka konsekuensinya terjadi perubahan pola penyakit / kasus-kasus penyakit karena hubungan dengan pekerjaan. Seperti faktor mekanik (proses kerja, peralatan) , faktor fisik (panas , Bising, radiasi) dan faktor kimia. Masalah gizi pekerja juga merupakan hal yang sangat penting yang perlu diperhatikan, stress, penyakit Jantung, tekanan darah tinggi dan lain-lainnya. Perubahan ini banyak tidak disadari oleh pengelola tempat kerja atau diremehkan. Atau walaupun mengetahui pendekatan pemecahan masalahnya hanya dari segi kuratif dan rehabilitatif saja tanpa memperhatikan akan pentingnya promosi dan pencegahan.
Promosi kesehatan ini dikembangkan dengan adanya Deklarasi Jakarta hasil dari konferensi Internasional Promosi Kesehatan di Jakarta bulan juli 1997. Dengan komitmen yang tinggi Indonesia ikut berperan dalam melakukan kegiatan tersebut terutama melalui program perilaku hidup bersih yang dilakukan di beberapa tatanan diantaranya adalah tatanan tempat kerja.
Masih sangat sedikit sekali pekerja dari perusahaan mendapatkan pelayanan kesehatan keselamatan kerja yang memuaskan, karena banyak para pimpinan perusahaan kurang menghubungkan antara tempat kerja, kesehatan dan pembangunan. Padahal kita ketahui bahwa pekerja yang sehat akan menjadikan pekerja yang produktif, yang mana sangat penting untuk keberhasilan bisnis perusahaan dan pembangunan nasional. Untuk itu promosi kesehatan di tempat kerja merupakan bagian yang sangat penting di tempat kerja.

B. Perumusan Masalah
1.      Apa yang di maksud Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja
2.      Pentingnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja
3.      Konsep Dasar Keselamatan dan Kesehatan Kerja
C.    Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang kami gunakan adalah :
ü  Bab  I   Pendahuluan yang memuat latar belakang masalah
ü  Bab II memuat kebijakan dan keberhasilan kesehatan kerja ditingkat nasional.
ü  Bab II memuat kebijakan dan keberhasilan kesehatan kerja ditingkat Propinsi
ü  Bab IV pembahasan dengan melihat perbandingan kebijakan dan keberhasilan kesehatan kerja tingkat nasional dan tingkat propinsi.
ü  Bab V  penutup yang memuat kesimpulan dan saran









BAB  II
KESEHATAN KERJA SECARA NASIONAL
A.    KEBIJAKAN NASIONAL TENTANG KESEHATAN KERJA
Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upayauntuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerjapada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menujumasyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatuilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinyakecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan prosesproduksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah Indonesiamerdeka menimbulkan konsekwensi meningkatkan intensitas kerja yang mengakibatkanpula meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja.
Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalammencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jeniskecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang dilaksanakantersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-pokok mengenai tenagakerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU No.12 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan.
Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atauburuh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai agama.

Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah peraturanperundangan-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja sebagai penggantiperaturan sebelumnya yaitu Veiligheids Reglement, STBl No.406 tahun 1910 yangdinilai sudah tidak memadai menghadapi kemajuan dan perkembangan yang ada.
Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatankerja yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik didarat, didalamtanah, permukaan air, di dalam air maupun udara, yang berada di dalam wilayahkekuasaan hukum Republik Indonesia.
Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja dimulaidari perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan,pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk tekhnisdan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada pelaksaannyamasih banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya personil pengawasan,sumber daya manusia K3 serta sarana yang ada.  Oleh karena itu, masih diperlukanupaya untuk memberdayakan lembaga-lembaga K3 yang ada di masyarakat,meningkatkan sosialisasi dan kerjasama dengan mitra sosial guna membantupelaksanaan pengawasan norma K3 agar terjalan dengan baik.





B.     KEBERHASILAN NASIONAL DALAM TINGKAT KESEHATAN KERJA
Kondisikeselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia secaraumum diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia menempati posisiyang buruk jauh di bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand. Kondisitersebutmencerminkan kesiapan daya saing perusahaan Indonesia di dunia internasional masihsangat rendah. Indonesia akan sulit menghadapi pasar global karena mengalamiketidakefisienan pemanfaatan tenaga kerja (produktivitas kerja yang rendah). Padahalkemajuan perusahaan sangat ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya. Karena itudisamping perhatian perusahaan, pemerintah juga perlu memfasilitasi dengan peraturanatau aturan perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Nuansanya harus bersifatmanusiawi atau bermartabat.
Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnissejak lama.Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengankinerja karyawan dan pada gilirannya pada kinerja perusahaan. Semakin tersedianyafasilitas keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.
Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku tahun 2020mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yangditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar negara yangharus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk bangsa Indonesia. Untukmengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan perlindungan masyarakat pekerja


Indonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2010 yaitu gambaran masyarakatIndonesia di masa depan, yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilakusehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, sertamemiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentukupaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaranlingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja danpenyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi danproduktivitas kerja.
Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materibagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secaramenyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakatluas.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugaskesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jikakita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (daribeberapa pengamatan) menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagaifaktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas sertaketerampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risikokerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia. Dalampenjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telahmengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya.

Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan hidupnya.Dalam bekerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor yang sangatpenting untuk diperhatikan karena seseorang yang mengalami sakit atau kecelakaandalam bekerja akan berdampak pada diri, keluarga dan lingkungannya. Salah satukomponen yang dapat meminimalisir Kecelakaan dalam kerja adalah tenaga kesehatan.Tenaga kesehatan mempunyai kemampuan untuk menangani korban dalam kecelakaankerja dan dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk menyadaripentingnya keselamatan dan kesehatan kerja.


















BAB  III
TINGKAT KESEHATAN KERJA PROVINSI
SULAWESI TENGGARA

A.    KEBIJAKAN, STRATEGI

Kebijakan
1.      Peningkatan koordinasi berdasarkan kemitraan yang saling mendukung.
2.      Pemberdayaan pengusaha, tenaga kerja dan pemerintah agar mampu menerapkan dan meningkatkan budaya   keselamatan   dan  kesehatan kerja
3.      Pemerintah berperan sebagai fasilitator dan regulator.
4.      Penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) sebagai bagian yang  t idak  terpi sahkan dar i  manajemen perusahaan.
5.      P e m a h a m a n   d a n   p e n e r a p a n   n o r m a  k e s e l a m a t a n   d a n   k e s e h a t a n   k e r j a   y a n g berkelanjutan.
Strategi
1.      Meningkatkan komitmen pengusaha dan tenaga kerja di bidang keselamatan dan kesehatan kerja.
2.      Meningkatkan peran dan fungsi semua sector d a l a m   p e l a k s a n a a n   k e s e l a m a t a n   d a n kesehatan kerja.
3.      Meningkatkan kemampuan, pemahaman, sikap dan perilaku budaya keselamatan dan kesehatan kerja dari  pengusaha dan tenaga kerja.
4.      Melaksanakan keselamatan dan kesehatan kerja melalui manajemen risiko dan manajemen perilaku yang berisiko.
5.      Mengembangkan sistem penilaian keselamatandan kesehatan kerja (Audit SMK3) di dunia usaha.
6.      Mendampingi dan menguatkan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dalam menerapkan dan meningkatkan budaya keselamatan dan kesehatan kerja.
7.      M e n i n g k a t k a n   p e n e r a p a n   s i s t e m   i n f o r m a s i keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi.
8.      Memberikan pemahaman mengenai keselamatan d a n   k e s e h a t a n   k e r j a   s e j a k   u s i a   d i n i   h i n g g a pendidikan tinggi.
9.      Meningkatkan peran organisasi profesi, perguruan tinggi, praktisi dan komponen masyarakat lainnya dalam peningkatan pemahaman, kemampuan, sikap, perilaku budaya keselamatan dan kesehatan kerja.
10.  M e n i n g k a t k a n   i n t e g r a s i   k e s e l a m a t a n   d a n kesehatan kerja dalam semua bidang disiplin ilmu.

B.     KEBERHASILAN TINGKAT PROPINSI

Kasus kecelakaan kerja yang terjadi di lingkungan perusahaan di Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) turun 60 persen.
"Selama 2010 kecelakaan kerja tidak lebih dari 10 kasus, jauh menurun dibanding tahun sebelumnya 30 kasus," kata Kasubdin Hubungan Industrial dan Perlindungan Tenaga Kerja (HI-PTK) Disnakertrans Sultra, Asruddin usai peringatan hari Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Kendari.
Ia mengatakan, dar kasus yang terjadi pada 2010 itu, tiga kasus di antaranya meninggal, dan hak-hak pekerja yang meninggal itu sudah dibayarkan melalui program jaminan sosial tenaga kerja dengan pertanggungan di atas Rp20 juta per orang.
Menurut Asruddin, pelaksanaan K3 selama 2010 menunjukkan tingkat kepedulian para tenaga kerja terhadap aturan dan tata cara bekerja di sejumlah perusahaan sudah mulai baik dan meningkat.
Di samping itu, hak-hak yang diberikan pihak perusahaan kepada tenaga kerjanya juga sudah mulai baik terutama trhadap pentingnya program K3 yang setiap tahun diperingati dengan berbagai aksi kepedulian bersama.

Ia mengatakan, program K3 di lingkungan perusahaan adalah wajib disosialisasikan minimal satu bulan dalam satu tahun karena merupakan program nasional dengan tujuan membenahi dan mengendalikan potensi risiko kecelakaan kerja maupun penyakit.
"Jadi kegiatan itu sudah lakukan di hampir seluruh perusahaan yang tentunya melibatkan sejumlah unsur teknis terkait seperti Apindo, serikat pekerja, baik di provinsi maupun kabupaten/kota serta unsur pimpinan perusahaan," katanya.
Dalam peringatan Hari K3 di Kendari bertindak selaku pembina upacara Kepala Dinas Nakertrans Sultra, Erna Bangsi yang mewakili Gubernur Sultra membacakan sambutan tertulis Menakertrans.
Menakertrans antara lain mengatakan, gerakan nasional K3 tahun ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, partisipasi dan tanggung jawab semua pihak dalam pelaksanaan K3.
Kondisi budaya K3 yang diinginkan adalah menjadikannya suatu nilai yang tumbuh dan berkembang, diyakini, dan dilaksanakan oleh setiap individu maupun kelompok masayarakat.
Pembudayaan K3 perlu dikembangkan secara terus menerus karena K3 berkorelasi dengan upaya peningkatan mutu kerja dan produktivitas nasional.

"Oleh karena itu, perlu dikoordinasikan dan dikonsolidasikan secara baik dan dinamis, baik di tingkat pemerintahan pusat, provinsi maupun kabupaten/kota," kata menteri.
Data Disnakertrans Sultra menyebutkan jumlah perusahaan saat ini tercatat 5.993 perusahaan, sedangkan jumlah tenaga kerja sebanyak 65.086 orang. (T.K-AAS/E005)
BAB  III
PEMBAHASAN
Pada umumnya kesehatan tenaga pekerja sangat mempengaruhi perkembangan ekonomi dan pembangunan nasional. Hal ini dapat dilihat pada negara-negara yang sudah maju. Secara umum bahwa kesehatan dan lingkungan dapat mempengaruhi pembangunan ekonomi. Dimana industrilisasi banyak memberikan dampak positif terhadap kesehatan, seperti meningkatnya penghasilan pekerja, kondisi tempat tinggal yang lebih baik dan meningkatkan pelayanan, tetapi kegiatan industrilisasi juga memberikan dampak yang tidak baik juga terhadap kesehatan di tempat kerja dan masyarakat pada umumnya.
Dengan melihat kebijakan nasional dan kebijakan tingkat propinsi telah memperlihatkan sebuah komitmen yang tinggi dari pemerintah untuk betul-betul memperhatikan tingkat keselamatan atau pun tingkat kesehatan kerja baik itu secara peningkatan fasilitas ataupun peningkatan sumber daya manusianya.
Dengan berbagai kebijakan tersebut pemerintah baik tingkat nasional maupun propinsi telah mengupayakan untuk memberikan keselamatan kerja semaksimal mungkin mulai dari tahap perencanaan kerja, pengangkutan maupun pengawasan dilapangan.
Peningkatan sumber daya misalnya telah diadakan berbagai macam pelatihan para tenaga kerja atapun pengusaha yang memperkerjakan tenaga kerja untuk menambah pengetahuan dan pemehaman mengenai pentingnya keselamatan kerja. Melaui pelatihan tersebut telah disampaikan bagaimana metode-metode yang baik dan benar dalam hal upaya meningkatkan nilai kesehatan kerja. Melaui pelatihan yang diberikan kepada pekerja telah dianalisa, untuk seseorang yang berada di kelas pelatihan kecenderungan kecelakaan mungkin hanya sedikit. Mengapa demikian karena ada hubungan yang signifikan antara kecenderungan terhadap kecelakaan yang kecil atau salah satu kecelakaan yang besar.
Pendekatan yang sering dilakukan untuk seorang manager untuk salah satu faktor kecelakaan terhadap pekerja sangat penting juga. Misalnya pembayaran upah yang tidak evektif Bagaimanapun jika banyak pabrik yang melakukan haldiatas akan menyebabkan berkurangnya rata-rata pendapatan, dan tidak membayarupah pekerja akan membuat pekerja malas melakukan pekerjaannya dan terusmembahayakan diri mereka ataupun pekerja yang lain. Ada kemungkinan bahwakejadian secara acak dari sebuah kecelakaan dapat membuat faktor-faktorkecelakaan tersendiri.

Telah dikeluarkan beberapa undang-undang ataupun peraturan pemerintah yang mengatur upaya pemerintah dalam peningkatan keselamatan kerja, dengan demikian akan lebih memudahkan dalam mengontrol ataupun melakukan pengawasan terhadap kegiatan para pekerja.

Namun yang sangat memprihatikan adalah apabila kita melihat kenyataan dilapangan yang mana angka yang menunjukan tingkat keselamatan kerja masih sangat rendah. Hal ini bisa dilihat ditingkat nasional maupun tingkat propinsi. Bila dibandingkan dengan negara-negara yang berkembang lainnya indonesia masih dalam keadaan terpuruk.
Kondisi tersebut mencerminkan kesiapan daya saing perusahaan Indonesia di dunia internasional masihsangat rendah. Indonesia akan sulit menghadapi pasar global karena mengalamiketidakefisienan pemanfaatan tenaga kerja (produktivitas kerja yang rendah). Padahal kemajuan perusahaan sangat ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya.
Keadaan ini tentu menimbulkan pertanyaan mengapa hal itu masih terjadi padahal kita melihat upaya pemerintah untuk melindungi para tenaga kerja telah dilakukan semaksimal mungkin. Masih banyak faktor yang menyebabkan hal ini diantaranya adalah tingkat kesadaran dari para pekerja yang sanggat kurang akan keselamatan dirinya, terkadang para pekerja terlalu menganggap remeh pemakaian pengaman pada saat bekerja sehingga memunculkan resiko untuk terjadi kecelakaan tetap ada.
Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya belummemuaskan. Dari beberapa hasil penelitian didapat gambaran bahwa 30-40%masyarakat pekerja kurang kalori protein, 30% menderita anemia gizi dan 35%kekurangan zat besi tanpa anemia. Kondisi kesehatan seperti ini tidakmemungkinkan bagi para pekerja untuk bekerja dengan produktivitas yangoptimal. Hal ini diperberat lagi dengan kenyataan bahwa angkatan kerja yangada sebagian besar masih di isi oleh petugas kesehatan dan non kesehatan yangmempunyai banyak keterbatasan, sehingga untuk dalam melakukan tugasnyamungkin sering mendapat kendala terutama menyangkut masalah PAHK dankecelakaan kerja.
Faktor lain yang turutmemperberat beban kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerjayang masih relatif rendah, yang berdampak pekerja terpaksa melakukan kerjatambahan secara berlebihan. Beban psikis ini dalam jangka waktu lama dapatmenimbulkan stres. Dengan adanya hal tersebut maka membuat kinerja para pekerja juga sangat memprihatinkan.
Lingkungan kerja bila tidak memenuhi persyaratan dapat mempengaruhikesehatan kerja dapat menimbulkan Kecelakaan Kerja (Occupational Accident),Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Akibat Hubungan Kerja (OccupationalDisease & Work Related Diseases).
Dengan demikian untuk peningkatan keselamatan kerja masih membutuhkan pengawasan yang profesional sehingga terciptanya jaminan keselamtan kerja yang memadai.




BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pada umumnya kesehatan tenaga pekerja sangat mempengaruhi perkembangan ekonomi dan pembangunan nasional. Hal ini dapat dilihat pada negara-negara yang sudah maju. Secara umum bahwa kesehatan dan lingkungan dapat mempengaruhi pembangunan ekonomi
Oleh karena itu sangat diperlukan tingkat keselamatan kerja yang memadai yang akan menunjang tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi. Untuk mendukung hal itu tentu dibutuhkan kerja sama yang baik diantara semua pihak yang terkait baik pemerintah, pengusaha dan yang terpenting adalah dari para pekerja itu sendiri.

B. Saran
Dengan demikian harapan dan saran bagi kita semua adalah mari kita perhatikan dengan baik permasalahan – permasalahan yang masih membuat tingkat keselamatan dan kesehatan kerja belum memadai sehingga kedepannya lebih baik lagi.









BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1.      Keselamatan” on the wikipedia website
2.      Himpunan Perundang-undangan Ketenagakerjaan I, Departemen Tenaga Kerja Transkop, Jakarta, 1977
3.      Suma’mur, Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan, Haji MasaAgung, Jakarta, 1989

ASKEP PADA KLIEN ANAK DENGAN DIFTERI

BAB I
PENDAHULUAN

Difteri merupakan salah satu penyakit yang sangat menular (contagious disease). Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri Corynebacterium diphtheriae, yaitu kuman yang menginfeksi saluran pernafasan, terutama bagian tonsil, nasofaring (bagian antara hidung dan faring/ tenggorokan) dan laring. Penularan difteri dapat melalui kontak hubungan dekat, melalui udara yang tercemar oleh karier atau penderita yang akan sembuh, juga melalui batuk dan bersin penderita.

Penderita difteri umumnya anak-anak, usia di bawah 15 tahun. Dilaporkan 10 % kasus difteri dapat berakibat fatal, yaitu sampai menimbulkan kematian. Selama permulaan pertama dari abad ke-20, difteri merupakan penyebab umum dari kematian bayi dan anak - anak muda. Penyakit ini juga dijumpai pada daerah padat penduduk dengan tingkat sanitasi rendah. Oleh karena itu, menjaga kebersihan sangatlah penting, karena berperan dalam menunjang kesehatan kita. Lingkungan buruk merupakan sumber dan penularan penyakit.

Sejak diperkenalkan vaksin DPT (Dyphtheria, Pertusis dan Tetanus), penyakit difteri mulai jarang dijumpai. Vaksin imunisasi difteri diberikan pada anak-anak untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh agar tidak terserang penyakit tersebut. Anak-anak yang tidak mendapatkan vaksin difteri akan lebih rentan terhadap penyakit yang menyerang saluran pernafasan ini.
BAB II
TINJAUAN TEORI

1.Definisi
Adalah suatu penyakit infeksi toksik akut yang sangat menular, disebabkan oleh  Corynebacterium  diphtheriae  dengan   ditandai pembentukan pseudomembran pada kulit dan/atau mukosa.
2.Etiologi
Penyebabnya adalah bakteri Corynebacterium diphtheriae. Bakteri ini ditularkan melalui percikan ludah yang berasal dari batuk penderita atau benda maupun makanan yang telah terkontaminasi oleh bakteri. Biasanya bakteri berkembangbiak pada atau di sekitar permukaan selaput lendir mulut atau tenggorokan dan menyebabkan peradangan.Beberapa jenis bakteri ini menghasilkan toksin yang sangat kuat, yang dapat menyebabkan kerusakan pada jantung dan otak.
3.Patogenesis
Kuman masuk melalui mukosa/kulit, melekat serta berbiak  pada permukaan mukosa saluran nafas bagian atas dan mulai  memproduksi  toksin yang merembes ke sekeliling  serta  selanjutnya menyebar ke seluruh tubuh melalui pembuluh limfe dan  darah.
4.Manifestasi Klinis
Tergantung  pada berbagai faktor, maka  manifestasi  penyakit ini   bisa   bervariasi  dari  tanpa  gejala   sampai   suatu keadaan/penyakit yang hipertoksik serta fatal. Sebagai faktor primer adalah imunitas penderita terhadap toksin  diphtheria, virulensi serta toksinogenesitas (kemampuan membentuk toksin) Corynebacterium diphtheriae, dan lokasi penyakit secara anatomis.  Faktor-faktor  lain  termasuk umur, penyakit sistemik  penyerta  dan penyakit-penyakit  pada  daerah  nasofaring  yang  sudah  ada sebelumnya.  Masa  tunas  2-6 hari.  Penderita  pada  umumnya datang untuk berobat setelah beberapa hari menderita keluhan sistemik. Demam  jarang melebihi 38,9o C dan keluhan serta gejala  lain tergantung pada lokasi penyakit diphtheria.
a)Diphtheria Hidung
Pada permulaan mirip common cold, yaitu pilek ringan  tanpa atau disertai gejala sistemik ringan. Sekret hidung berangsur menjadi serosanguinous dan kemudian mukopurulen  mengadakan lecet  pada  nares dan bibir atas.  Pada  pemeriksaan  tampak membran putih pada daerah septum nasi.
b)Diphtheria Tonsil-Faring
Gejala anoroksia, malaise, demam ringan, nyeri menelan. dalam 1-2  hari timbul membran yang melekat, berwarna  putih-kelabu dapat  menutup tonsil dan dinding faring, meluas ke uvula  dan palatum molle atau ke distal ke laring dan trachea.
c)Diphtheria Laring
Pada diphtheria laring primer gejala toksik kurang nyata, tetapi lebih berupa gejala obstruksi saluran nafas atas.
d)Diphtheria Kulit, Konjungtiva, Telinga
Diphtheria kulit berupa tukak di kulit, tepi jelas dan terdapat membran pada dasarnya. Kelainan cenderung menahun. Diphtheria pada mata dengan lesi pada konjungtiva berupa kemerahan,  edema   dan  membran pada  konjungtiva  palpebra.  Pada telinga  berupa  otitis eksterna dengan  sekret  purulen  dan berbau.
5.Komplikasi
Racun difteri bisa menyebabkan kerusakan pada jantung, sistem saraf, ginjal ataupun organ lainnya:
a)Miokarditis bisa menyebabkan gagal jantung
b)Kelumpuhan saraf atau neuritis perifer menyebabkan gerakan menjadi tidak terkoordinasi dan gejala lainnya (timbul dalam waktu 3-7 minggu)
c)Kerusakan saraf yang berat bisa menyebabkan kelumpuhan
d)Kerusakan ginjal (nefritis).
6.Diagnosis
Diagnosis pasti dengan isolasi Corynebacterium diphtheriae dengan pembiakan pada media Loeffler dilanjutkan dengan tes  toksinogenesitas secara vivo (marmut) dan vitro (tes Elek).
7.Pengobatan/ Terapi
Tujuan mengobati penderita diphtheria adalah menginaktivasi toksin yang belum terikat secepatnya, mencegah dan mengusahakan agar penyulit yang terjadi minimal, mengeliminasi Corynebacterium diphtheriae untuk mencegah penularan serta mengobati  infeksi penyerta dan penyulit diphtheria.
a)U m u m :
Istirahat  mutlak  selama kurang lebih  2  minggu,  pemberian cairan serta diit yang adekuat. Khusus pada diphtheria laring dijaga  agar nafas tetap bebas serta dijaga kelembaban  udara dengan menggunakan nebulizer.
Bila tampak kegelisahan, iritabilitas serta gangguan pernafasan yang progresif hal-hal tersebut merupakan indikasi tindakan trakeostomi.
b)K h u s u s :
1).Antitoksin : serum anti diphtheria (ADS)
Dosis serum anti diphtheria ditentukan secara empiris  berdasarkan  berat  penyakit, tidak tergantung  pada  berat  badan penderita, dan berkisar antara 20.000-120.000 KI.
2).Antimikrobial
Penisilin prokain 50.000-100.000 KI/BB/hari  selama  7-10  hari, bila  alergi  bisa  diberikan eritromisin 40 mg/kg/hari.
3).Kortikosteroid
kortikosteroid  diberikan  kepada  penderita  dengan   gejala obstruksi saluran nafas bagian atas dan bila terdapat  penyulit miokardiopati toksik.
4).Pengobatan penyulit
Pengobatan terutama ditujukan terhadap menjaga agar hemodinamika penderita tetap baik oleh karena penyulit yang  disebabkan oleh toksin pada umumnya reversibel.
5).Pengobatan Carrier
Carrier adalah mereka yang tidak menunjukkan keluhan, mempunyai reaksi Schick negatif tetapi mengandung basil  diphtheria dalam nasofaringnya.
Pengobatan yang dapat diberikan adalah penisilin oral  atau suntikan, atau eritromisin selama satu minggu. Mungkin diperlukan tindakan tonsilektomi/adenoidektomi.
8.Pencegahan
a)Umum
Kebersihan dan pengetahuan tentang bahaya penyakit  ini  bagi anak-anak. Pada umumnya setelah menderita  penyakit  diphtheria  kekebalan penderita terhadap penyakit ini sangat  rendah sehingga perlu imunisasi.
b)Khusus
 Terdiri dari imunisasi DPT dan pengobatan carrier.








LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ANAK
DENGAN DIFTERI

I.Pengkajian
1.Biodata
Umur : Biasanya terjadi pada anak-anak umur 2-10 tahun dan jarang ditemukan pada bayi berumur dibawah 6 bulan dari pada orang dewasa diatas 15 tahun
Suku bangsa : Dapat terjadi diseluruh dunia terutama di negara-negara miskin
Tempat tinggal : Biasanya terjadi pada penduduk di tempat-tempat pemukiman yang rapat-rapat, higine dan sanitasi jelek dan fasilitas kesehatan yang kurang
2.Keluhan Utama
Klien marasakan demam yang tidak terlalau tinggi, lesu, pucat, sakit kepala, anoreksia, lemah
3.Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengalami demam yang tidak terlalu tinggi, lesu, pucat, sakit kepala, anoreksia
4.Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien mengalami peradangan kronis pada tonsil, sinus, faring, laring, dan saluran nafas atas dan mengalami pilek dengan sekret bercampur darah
5.Riwayat Penyakit Keluarga
Adanya keluarga yang mengalami difteri
6.Pola Fungsi Kesehatan
aPola nutrisi dan metabolisme
Jumlah asupan nutrisi kurang disebabkan oleh anoraksia
bPola aktivitas
Klien mengalami gangguan aktivitas karena malaise dan demam
cPola istirahat dan tidur
Klien mengalami sesak nafas sehingga mengganggu istirahat dan tidur
dPola eliminasi
Klien mengalami penurunan jumlah urin dan feses karena jumlah asupan nutrisi kurang disebabkan oleh anoreksia


II.Pemeriksaan Fisik
aTTV
Nadi : meningkat
TD : menurun
RR : meningkat
Suhu : kurang dari 38°C
bInspeksi : lidah kotor, anoreksia, ditemukan pseudomembran
cAuskultasi : nafas cepet dan dangkal
III.Pemeriksaan Penunjang
apemeriksaan terhadap apus tenggorokan dan dibuat biakan di laboratorium.
bUntuk melihat kelainan jantung, bisa dilakukan pemeriksaan EKG.
IV.Penatalaksanaan
Penderita diisolasi sampai biakan negatif 3 kali berturut-turut setelah masa akut terlampaui. Kontak penderita diisolasi sampai tindakan-tindakan  berikut terlaksana :
a. biakan hidung dan tenggorok
b. seyogyanya dilakukan tes  Schick (tes kerentanan terhadap diphtheria)
c. diikuti  gejala  klinis  setiap hari sampai masa tunas terlewati.
Anak yang telah mendapat imunisasi dasar diberikan booster dengan toksoid diphtheria.
Hasil Kultur
Test Shick
Tindakan
-
-
Bebas isolasi
+
-
Pengobatan carrier
+
+, gejala (-)
ADS + Penisilin
-
+
Toksoid

VI.Diagnosa Keperawatan
1.Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan Anoreksia

Intervensi
1.Diagnosa
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan Anoreksia
Tujuan : Meningkatkan nafsu makan sehingga kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria Hasil
a.Klien dapat meningkat berat badan sesuai tujuan
b.Klien tidak mengalami tanda-tanda malnutrisi
Intervensi
1).Kaji kemampuan pasien untuk mengunyah, menelan
Faktor ini menentukan pemilihan terhadap jenis makanan
2).Berikan perawatan mulut sering dan sebelum makan
Pasien cenderung mengalami luka dan atau perdarahan gusi dan rasa tak enak pada mulut dimana menambah anoraksia
3).Berikan makanan sedikit dan sering
Meningkatkan asupan nutrisi
4).Ukur masukan diet harian dengan jumlah kalori
Memberikan informasi tentang kebutuhan pemasukan/ defisiensi
5).Timbang berat badan sesuai indikasi
Mengevaluasi keefektifan atau kebutuhan mengubah pemberian nutrisi
6).Jaga keamanan saat memberikan makanan pada pasien, seperti tinggikan kepala tempat tidur selama makan atau selama pemberian makan lewat selang NGT
Menurunkan resiko regurgitasi dan atau terjadinya aspirasi
7).Tingkatkan kenyamanan, lingkungan yang santai termasuk sosialisasi saat makan. Anjurkan orang terdekat untuk membawa makanan yang disukai pasien
Sosialisasi waktu makan dengan orang terdekat atau teman dapat meningkatkan pemasukan dan menormalkan fungsi makan
8).Kolaborasi dengan ahli gizi
Untuk mengidentifikai kebutuhan kalori (nutrisi tergantung pada usia, berat badan, ukuran tubuh, dan keadaaan penyakit)





Difteri merupakan penyakit menular yang sangat berbahaya pada anak anak. Penyakit ini mudah menular dan menyerang terutama daerah saluran pernafasan bagian atas. Penularan biasanya terjadi melalui percikan ludah dari orang yang membawa kuman ke orang lain yang sehat. Selain itu penyakit ini bisa juga ditularkan melalui benda atau makanan yang terkontaminasi.
Difteri disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphtheriae, suatu bakteri gram positif yang berbentuk polimorf, tidak bergerak dan tidak membentuk spora. Gejala utama dari penyakit difteri yaitu adanya bentukan pseudomembran yang merupakan hasil kerja dari kuman ini. Pseudomembran sendiri merupakan lapisan tipis berwarna putih keabu abuan yang timbul terutama di daerah mukosa hidung, mulut sampai tenggorokan. Disamping menghasilkan pseudomembran, kuman ini juga menghasilkan sebuah racun yang disebut eksotoxin yang sangat berbahaya karena menyerang otot jantung, ginjal dan jaringan syaraf.
Menurut tingkat keparahannya, penyakit ini dibagi menjadi 3 tingkat yaitu :
- Infeksi ringan bila pseudomembran hanya terdapat pada mukosa hidung dengan gejala hanya nyeri menelan.
- Infeksi sedang bila pseudomembran telah menyerang sampai faring (dinding belakang rongga mulut) sampai menimbulkan pembengkakan pada laring.
- Infeksi berat bila terjadi sumbatan nafas yang berat disertai dengan gejala komplikasi seperti miokarditis (radang otot jantung), paralisis (kelemahan anggota gerak) dan nefritis (radang ginjal).
Disamping itu, penyakit ini juga dibedakan menurut lokasi gejala yang dirasakan pasien :
- Difteri hidung bila penderita menderita pilek dengan ingus yang bercampur darah.
- Difteri faring dan tonsil dengan gejala radang akut tenggorokan, demam sampai dengan 38,5 derajat celsius, nadi yang cepat, tampak lemah, nafas berbau, timbul pembengkakan kelenjar leher. Pada difteri jenis ini juga akan tampak membran berwarna putih keabu abuan kotor di daerah rongga mulut sampai dengan dinding belakang mulut (faring).
- Difteri laring dengan gejala tidak bisa bersuara, sesak, nafas berbunyi, demam sangat tinggi sampai 40 derajat celsius, sangat lemah, kulit tampak kebiruan, pembengkakan kelenjar leher. Difteri jenis ini merupakan difteri paling berat karena bisa mengancam nyawa penderita akibat gagal nafas.
- Difteri kutaneus dan vaginal dengan gejala berupa luka mirip sariawan pada kulit dan vagina dengan pembentukan membran diatasnya. Namun tidak seperti sariawan yang sangat nyeri, pada difteri, luka yang terjadi cenderung tidak terasa apa apa.
Melihat bahayanya penyakit ini maka bila ada anak yang sakit dan ditemukan gejala diatas maka harus segera dibawa ke dokter atau rumah sakit untuk segera mendapatkan penanganan. Pasien biasanya akan masuk rumah sakit untuk diopname dan diisolasi dari orang lain guna mencegah penularan. Di rumah sakit akan dilakukan pengawasan yang ketat terhadap fungsi fungsi vital penderita untuk mencegah terjadinya komplikasi. Mengenai obat, penderita umumnya akan diberikan antibiotika, steroid, dan ADS (Anti Diphteria Serum).
Dengan pengobatan yang cepat dan tepat maka komplikasi yang berat dapat dihindari, namun keadaan bisa makin buruk bila pasien dengan usia yang lebih muda, perjalanan penyakit yang lama, gizi kurang dan pemberian anti toksin yang terlambat.
Walaupun sangat berbahaya dan sulit diobati, penyakit ini sebenarnya bisa dicegah dengan cara menghindari kontak dengan pasien difteri yang hasil lab-nya masih positif dan imunisasi.



Difteri
DEFINISI
Difteri adalah suatu infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri penghasil toksin (racun) Corynebacterium diphtheriae.

Beberapa tahun yang lalu, difteri merupakan penyebab utama kematian pada anak-anak. Saat ini, di negara berkembang, difteri jarang ditemukan karena vaksin difteri telah digunakan secara meluas.


Biasanya penyakit ini menyerang saluran pernafasan (terutama laring, amandel dan tenggorokan); tetapi bisa juga menyerang kulit dan toksin yang dihasilkan bisa menyebabkan kerusakan pada saraf dan jantung.


PENYEBAB

Penyebabnya adalah bakteri Corynebacterium diphtheriae.
Bakteri ini ditularkan melalui percikan ludah yang berasal dari batuk penderita atau benda maupun makanan yang telah terkontaminasi oleh bakteri.
Biasanya bakteri berkembangbiak pada atau di sekitar permukaan selaput lendir mulut atau tenggorokan dan menyebabkan peradangan.
Beberapa jenis bakteri ini menghasilkan toksin yang sangat kuat, yang dapat menyebabkan kerusakan pada jantung dan otak.

GEJALA

Gejala mulai timbul dalam waktu 1-4 hari setelah terinfeksi.
Biasanya diawali dengan nyeri tenggorokan yang ringan dan nyeri ketika menelan. Anak mengalami demam ringan, denyut jantungnya cepat, mual, muntah, menggigil dan sakit kepala.
Mungkin terjadi pembengkakan kelenjar getah bening di leher.

Jika bakteri sampai ke hidung, hidung akan meler (biasanya hanya dari salah satu lubang hidung).

Peradangan bisa menyebar dari tenggorokan ke pita suara (laring) dan menyebabkan pembengkakan tenggorokan sehingga saluran udara menyempit dan terjadi gangguan pernafasan.

Bakteri membentuk suatu pseudomembran (lapisan selaput yang terdiri dari sel darah putih yang mati, bakteri dan bahan lainnya), di dekat amandel dan bagian tenggorokan yang lain.

Pseudomembran ini tidak mudah robek dan berwarna abu-abu. Jika pseudomembran dilepaskan secara paksa, maka lapisan lendir di bawahnya akan berdarah.
Pseudomembran bisa menyebabkan penyempitan saluran udara atau secara tiba-tiba bisa terlepas dan menyumbat saluran udara, sehingga anak mengalami kesulitan bernafas. Bisa terjadi apneu (henti nafas) dan sianosis (kulit tampak kebiruan karena kekurangan oksigen).
Pada difteri yang ringan jarang terbentuk pseudomembran.

Jika bakteri melepaskan toksin, maka toksin ini akan beredar melalui aliran darah dan bisa menyebabkan kerusakan jaringan di seluruh tubuh, terutama jantung dan saraf.

Kerusakan pada otot jantung (miokarditis) biasanya terjadi pada hari ke 10-14, tetapi hal ini bisa terjadi kapan saja selama minggu pertama sampai minggu keenam. Kerusakan jantung bisa bersifat ringan, tampak sebagai kelainan ringan pada EKG; atau bersifat sangat berat, menyebabkan gagal jantung dan kematian mendadak.

Toksin biasanya menyerang saraf tertentu, misalnya saraf di tenggorokan sehingga penderita mengalami kesulitan menelan. Hal ini seringkali terjadi pada minggu pertama.

Antara minggu ketiga sampai minggu keenam, bisa terjadi peradangan pada saraf lengan dan tungkai, sehingga terjadi kelemahan pada lengan dan tungkai.
Pemulihan jantung dan saraf berlangsung secara perlahan selama berminggu-minggu.

Difteri juga bisa menyerang kulit dan keadaannya disebut difteri kutaneus, yang terutama ditemukan pada orang-orang dengan tingkat kebersihan yang jelek.

Kadang difteri menyerang mata.

DIAGNOSA

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik (ditemukan pseudomembran).
Untuk memperkuat diagnosis, dilakukan pemeriksaan terhadap apus tenggorokan dan dibuat biakan di laboratorium.
Untuk melihat kelainan jantung, bisa dilakukan pemeriksaan EKG.


KOMPLIKASI


Racun difteri bisa menyebabkan kerusakan pada jantung, sistem saraf, ginjal ataupun organ lainnya:

 Miokarditis bisa menyebabkan gagal jantung
 Kelumpuhan saraf atau neuritis perifer menyebabkan gerakan menjadi tidak terkoordinasi dan gejala lainnya (timbul dalam waktu 3-7 minggu)
 Kerusakan saraf yang berat bisa menyebabkan kelumpuhan
 Kerusakan ginjal (nefritis).

PENGOBATAN

Seorang anak yang menderita difteri dirawat di rumah sakit, di unit perawatan intensif.
Segera diberikan antitoksin (antibodi untuk menetralisir racun difteri), dalam bentuk suntikan melalui otot maupun pembuluh darah.
Dilakukan pemantauan ketat terhadap sistem pernafasan dan jantung.
Untuk melenyapkan bakteri difteri, diberikan antibiotik (misalnya penicillin atau eritromycin).


PROGNOSIS


Angka kematian adalah sebesar 10%.

Pemulihan difteri yang berat berlangsung perlahan dan anak tidak boleh terlalu banyak bergerak, karena kelelahan bisa melukai jantung yang meradang.

PENCEGAHAN

Untuk mencegah penyakit ini, dilakukan imunisasi rutin pada masa kanak-kanak (DPT) dan booster setelah dewasa (DT).

Semua orang yang berhubungan dengan penderita difteri (termasuk petugas rumah sakit) harus menjalani pemeriksaan apus tenggorokan. Sebagai tindakan pencegahan, diberikan antibiotik selama 7 hari.

Jika belum pernah mendapatkan vaksinasi atau belum mendapatkan booster dalam 5 tahun terakhir, maka diberikan dosis vaksinasi atau dosis booster.
Seorang karier (hasil biakan positif, tetapi tidak menunjukkan gejala) dapat menularkan difteri, karena itu diberikan antibiotik dan dilakukan pembiakan ulang pada apus tenggorokannya.

Kekebalan hanya diiperoleh selama 10 tahun setelah mendapatkan imunisasi, karena itu orang dewasa sebaiknya menjalani vaksinasi booster setiap 10 tahun.